Jumat, 19 September 2008

4. nenden kurniasih

Arti mudik buat aku



Dari sekian banyak ,mahasiswa khususnya di UIN bandung yang suka nongkrong di kantin, ada 8 orang teman saya yang paling akrab. 6 orang beragama Islam yang merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha, dan 2 orang beragama Kristen merayakan Natal. Pastinya mereka masing-masing memiliki budaya yang berbeda dalam merayakan hari raya tersebut. Tergantung dari makna yang mereka pahami sejak kecil.
Umumnya yang merayakan Iedul Fitri menganggap bahwa pada hari raya ini mereka berkewajiban untuk mudik. Ketika saya tanya “Kenapa harus mudik?”, jawabannya berbeda-beda. Beberapa teman saya bilang bahwa bila mudik, kita akan berkesempatan untuk bermaaf-maafan dengan sanak saudara jauh yang jarang sekali bertemu, bahkan mungkin kesempatan bertemu pun hanya di hari raya tersebut. Jadi kita bisa lebih bersih dari dosa karena kita bisa meminta maaf kepada saudara yang jarang bertemu. Lha, kalau ketemunya hanya di hari raya Iedul Fitri, gimana mau berbuat salah? Apa yang mau dimaafkan? Untuk pertanyaan ini, mereka hanya tersenyum sambil bilang “Ya, kapan lagi ada kesempatan ketemu keluarga besar. Bersalah ngga bersalah, yang penting kumpul deh.”
Alasan lain untuk mudik adalah untuk menghadiri resepsi pernikahan saudara. Ini dijawab oleh salah satu teman saya yang berasal dari pulau Sumatera. Ternyata akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal pada penanggalan Hijriyah menjadi bulan target bagi pasangan yang akan menikah. Jadi bisa dimaklumi kalau teman saya menjawab seperti itu. Lalu ketika ditanya “Kenapa orang-orang daerahmu umumnya menikah di bulan Syawal?” Jawabannya cukup sederhana “Karena kami adalah suku bangsa perantau. Lebih banyak orang kami yang berada di daerah lain daripada di kampung halaman kami sendiri. Jadi kesempatan bertemu keluarga besar hanyalah di tanggal-tanggal tersebut.” Hmm, alasan yang cukup masuk akal. Bagi orang tua, resepsi pernikahan adalah pesta keluarga yang juga harus dihadiri oleh sebanyak-banyaknya anggota keluarga. Jadi waktu yang paling tepat untuk mengadakannya adalah ketika anggota keluarga paling banyak berkumpul di kampung halaman. Dan hari raya Iedul Fitri adalah opsi terbaik. Beberapa orang bahkan sengaja mengadakan resepsi pernikahannya pada tanggal-tanggal tersebut walaupun akad nikahnya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Untuk hal ini, salah seorang teman yang lain kemudian menanggapi dari sudut pandang ekonomi “Pasti target utamanya cari amplop yang lebih gede ya?”
Sejatinya, hari raya Iedul Fitri adalah hari untuk merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berperang melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan। Konon umat yang melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan Allah di bulan Ramadhan akan kembali suci karena semua dosanya kepada Sang Pencipta selama satu tahun terakhir sudah dibersihkan. Yang tersisa adalah dosa kepada sesama umat manusia yang harus saling memaafkan secara pribadi. Karena itulah timbul tradisi mudik yang bertujuan untuk saling memaafkan sesama saudara yang sudah lama tidak bertemu. Seiring berjalannya waktu, tradisi mudik dan bertemu saudara jauh ternyata menjadi tujuan utama hari raya itu sendiri, bukanlah ‘kembali kepada fitri’ yang secara kontinyu digembar-gemborkan oleh berbagai media. Setidaknya hal ini yang melekat di hati teman-teman nongkrong saya.

Tidak jauh berbeda dengan perayaan Iedul Fitri, Natal yang menjadi hari raya utama umat Kristiani sudah mengalami pergeseran makna di kalangan teman-teman dekat saya. Bagi mereka, Natal yang seharusnya bermakna kedamaian untuk mengenang lahirnya Juru Selamat di Betlehem lebih dari 2000 tahun lalu sudah berubah menjadi serangkaian acara pesta tahunan yang melelahkan. Mereka malah sibuk mencari hadiah untuk dibagikan kepada orang tua atau saudara sementara kewajiban mereka untuk berefleksi sudah hampir terlupakan. Walaupun hal ini disadari oleh kedua teman saya yang kristiani, tapi mereka tidak bisa mengubah kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun.
Pergeseran pemahaman makna Iedul Adha adalah yang paling menarik menurut saya. Sejatinya, hari raya Iedul Adha adalah peringatan bagi keikhlasan umat Islam kepada penciptanya dengan menyembelih hewan qurban. Hal ini sudah dicontohkan oleh nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya Ismail demi Allah. Kenapa menarik? Karena 4 orang menjawab Iedul Adha adalah hari raya-nya orang yang sudah naik haji, sementara 2 lainnya menjawab Iedul Adha adalah hari raya Qurban. Apakah ada kesalahan pemberian informasi dari guru agama ketika di sekolah dasar sampai menengah? Menurut saya, yang terjadi adalah kesalahan penerimaan informasi.
Memang 8 orang teman saya tidak bisa mewakili lebih dari 200 juta rakyat Indonesia dalam pemahaman mengenai hari raya agama. Tapi setidaknya mereka ‘sedikit’ menggambarkan pemahaman mahasiswa, yang notabene adalah masyarakat yang berkesempatan mendapat pendidikan lebih tinggi dibanding rakyak pada umumnya, tentang makna hari raya agama bagi mereka pribadi.
Apabila dilakukan penelitian yang lebih mendalam, akankah hasilnya jauh berbeda? Entahlah. Setidaknya, seperti yang sering kita lihat dalam salah satu iklan pembalut, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa 8 dari 9 mahasiswa indonesia tidak mengerti mengenai makna hari raya agama mereka. Siapakah yang ke-9? Tentunya anda mahasiswa yang membaca tulisan ini.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terus tulis soal lain juga, berita utamakan, ajang latihan jadi jurnalis andal. Score: 70!